Sunday, September 25, 2011

CINTA (2)

Wanita itu kulitnya hitam.
Wajahnya jelek, usianya tua.
Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja percaya kalau berada di rumah hantu.

Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya?
Tapi ia segera kembali pada tekadnya.
Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya,

"Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu,
aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri."

Tapi lelaki itu malah menjawab,

"Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu.
Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran.
Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa.
Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya.

Lelaki itu menjawab dengan enteng,

"Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku.
Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi perbuatan. Ukuran integritas cinta adalah ketika cinta bersemi dalam hati.. terkembang dalam kata.. terurai dalam perbuatan..

Kalau hanya berhenti dalam hati,
itu cinta yang lemah dan tidak berdaya..

Kalau hanya berhenti dalam kata,
itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata..

Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan,
cinta itu sempurna seperti pohon;
Akarnya terhujam dalam hati,
Batangnya tegak dalam kata,
Buahnya menjumbai dalam perbuatan.

Persis seperti iman;
Terpatri dalam hati,
Terucap dalam lisan,
dan dibuktikan oleh perbuatan.

Kecantikan lahiriah tidak akan abadi,
lambat laun akan berubah.
Inner beauty akan abadi selamanya..

Saturday, September 24, 2011

CINTA (1)

Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar pukul 9.30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu jarinya. Saya menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu, sebab semua dokter masih sibuk. Mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya satu jam lagi.

Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah. Sebentar-sebentar melirik ke jam tangannya. Saya merasa kasihan. Jadi ketika sedang luang, saya sempatkan untuk memeriksa lukanya dan nampaknya cukup baik dan kering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, saya putuskan untuk melakukannya sendiri.

Sambil menangani lukanya, saya bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang dilakukannya sehari-hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat di sana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit ALZHEIMER. Lalu saya bertanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak lima tahun terakhir.

Saya sangat terkejut dan berkata: Bapak masih pergi ke sana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi?
Dia tersenyum sambil tangannya menepuk tangan saya dan berkata: Dia memang tidak mengenali saya, tetapi saya masih mengenali dia, kan?

Saya terus menahan air mata sampai kakek itu pergi. Cinta kasih seperti itulah yang saya mau dalam hidupku.

Cinta sesungguhnya -- tidak bersifat fisik atau romantis.

Cinta sejati -- menerima apa adanya:
- yang terjadi saat ini
- yang sudah terjadi
- yang akan terjadi
- yang tidak akan pernah terjadi